Selasa, 09 Desember 2014

Menyambut Masyakarat Ekonomi ASEAN ( MEA) 2015

Menyambut Masyakarat Ekonomi ASEAN ( MEA) 2015


Masyakarat Ekonomi ASEAN (MEA) atau pasar bebas ASEAN mulai berlaku pada tahun 2015 mendatang. Artinya tidak lama lagi kita bangsa Indonesia akan  memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Dimana MEA ini mengintegrasikan seluruh negara-negara Asia Tenggara dalam berbagai bidang terutama di bidang ekonomi. Misalnya, mulai dari bidang ketenagakerjaan, investasi, produk, modal, investasi hingga jasa. Ada beberapa keuntungan bagi negara yang sudah siap menyongsog MEA ini, antara lain adalah meningkatkan kompetitif dalam persaingan ekonomi antar negara, serta meratakan pertumbuhan ekonomi antara negara Asia Tenggara.

Konsep dari MEA tersebut digagas oleh negara-negara Asia Tenggara dengan berdasarkan pada ASEAN Economic Blueprint atau Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN yakni pertemuan puncak antara pemimpin-pemimpin negara anggota ASEAN dalam hubungannya terhadap pengembangan ekonomi dan budaya antar negara-negara Asia Tenggara. MEA ini tercetus dalam KTT ke-14 dimana hasil penandatanganan persetujuan pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru. Tujuannya adalah  meratakan pertumbuhan ekonomi di setiap negara-negara Asia Tenggara. Dengan kata lain menghilangkan kesenjangan ekonomi. Ibarat “Kran air yang selama ini tertutup dan sulit ditembus, kini dibuka selebar-lebarnya”.
Sejumlah pakar dan pengamat ekonomi optimistis bahwa Indonesia mampu menghadapi Masyarakat ekonomi ASEAN. Disela-sela peluncuran buku "Perdagangan Bebas Dalam Perspektif Hukum Perdagangan Internasional" dan dalam siaran persnya di Jakarta, Selasa (15/7/2014) Serian Wijatno dan Dr Ariawan Gunadi, SH, MH. mengungkapkan bahwa Indonesia dapat menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN dengan strateginya sebagai berikut: (a) Manfaatkan hambatan perdagangan untuk mengerem banjirnya produk dan jasa asing (b) Ciptakan sumber daya pengusaha yang kompeten melalui pendidikan dan pelatihan (c) Bentuklah forum sengketa perjanjian perdagangan bebas dengan prosedur yang sederhana dan jelas sehingga kepastian hukum.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi menyatakan Indonesia butuh bersiap diri menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN pada 2015. Menurut dia, selama ini tak terlihat persiapan pemerintah Indonesia maupun pengusaha untuk menghadapi AEC. Menurutnya, AEC harus bisa dihadapi oleh pemerintah bersama pengusaha, juga masyarakat.
Sedangkan menurut Latif Adam, pengamat ekonomi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Diangkatnya Chairul Tanjung (CT) menjadi Menko Perekonomian, menggantikan Hatta Rajasa, bisa jadi merupakan angin segar bagi Indonesia untuk kembali concern untuk mempersiapkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). setidaknya Chairul Tanjung (CT) dapat mengawal proses persiapan konsolidasi perbankan yang ada. Proses persiapan itulah yang harus memenuhi syarat-syarat, sehingga menghasilkan suatu kebijakan publik. Dimana konsolidasi perbankan nasional sudah tidak dapat dihindari lagi. Kebijakan tersebut menjadi mutlak dalam menghadapi MEA. Jika tidak Indonesia mempersiapkan mulai dari sekarang, imbasnya akan terasa pada saat MEA nanti. Perbankan nasional akan kalah bersaing dengan perbangkan asing. Harapan kita  semoga pemerintah yang baru dapat mewujudkan konsolidasi perbankan nasional.
Salah satu aspek penting yang perlu disiapkan dengan cepat bangsa ini adalah SDM yang kompeten. Kualitas sumber daya manusia merupakan faktor penentu keberhasilan pembangunan dan kemajuan suatu bangsa. Para tenaga kerja dari negara MEA yang memiliki kompetensi kerja yang lebih tinggi, tentunya akan memiliki kesempatan lebih luas untuk mendapatkan keuntungan ekonomi di dalam MEA. Dengan demikian, kita harus berusaha dengan sunguh-sunguh untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain, khususnya di kawasan ASEAN. Meningkatkan kualitas SDM harus diarahkan pada penguasaan iptek untuk menopang kegiatan ekonomi agar lebih kompetitif. Pemenuhan SDM yang berkualitas dan unggul karena menguasai iptek, akan berpengaruh terhadap struktur industri di masa depan. Dan apabila sasaran di atas bisa dipenuhi, akan semakin kuat basis industri yang sedang dibangun dan dikembangkan di Indonesia, yang pada gilirannya akan mendorong transformasi struktur ekonomi secara lebih cepat.
Namun salah satu senjata utama yang kita punya untuk memenangkan persaingan MEA ini adalah generasi muda bangsa Indonesia. Pemerintah Indonesia harus fokus untuk memoles generasi muda bangsa ini. Daya saing harus ditingkatkan, menciptakan lebih banyak tenaga kerja yang ahli (skilled labor), berikan perhatian lebih pada generasi muda yang mempunyai potensi besar namun kekurangan dalam segi ekonomi. Salah satu solusinya tarik semua sumber daya manusia yang bekerja diluar negeri dan berikan posisi strategis di industri maupun pemerintahan Indonesia dan berikan bantuan ekonomi pada generasi muda yang memiliki potensi, agar mampu dan terus kreatif.
Harus menjadi perhatian kita semua masyarakat indonesia, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan berlaku tahun depan. Indonesia sebagai salah satu anggota tentunya harus ikut mempersiapkan segalanya, karena yang terpenting adalah bagaimana negara kita sendiri bisa siap bersaing atau tidak dengan negara ASEAN lainnya. Indonesia tidak bisa menunda lagi proses konsolidasi perbankan. Pasalnya hal itu sudah dilakukan negara lain dalam 5 tahun terakhir dalam menghadapi MEA. Sejumlah bankir menyatakan, sepakat soal pentingnya konsolidasi perbankan di Tanah Air khususnya dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015.
Agar pasca pelaksanaan MEA 2015, pasar dalam negeri tidak diserbu produk-produk negara-negara ASEAN lainnya, pemerintah perlu mendorong masyarakat Indonesia untuk menggunakan produk dalam negeri, dengan penerapan program cinta produk dalam negeri secatra konsisten dan serius, sehingga industri manufaktur dan industri kreatif dalam negeri terus bertumbuh dan tetap terkendali dari serbuan produk-produk impor dari negara-negara ASEAN lainnya. Oleh sebab itu marilah kita bergabung untuk senantiasa menggunakan produk dalam negeri serta bersatu antara pengusaha dan pemerintah agar tercapai sinergi dan meningkatkan efektiitas dan efisiensi untuk menghadapi tantangan MEA 2015 nanti.

MEA 2015, Digadang dalam Kecemasan

MEA 2015, Digadang dalam Kecemasan


  Wajar jika malam pertama selalu menjadi peristiwa menegangkan bagi para pengantin baru. Berita simpang siur yang kemudian dirangkai dengan bayangan ciptaan sendiri, akhirnya menyebabkan pikiran berkecamuk dalam benak mereka.

Bukan malam pertama namanya jika sebelumnya telah memiliki pengalaman. Dengan demikian, perasaan gelisah yang khas timbul sebagai perpaduan antara rasa penasaran dan ketakutan karena kurang pemahaman. Saking banyaknya peristiwa lucu yang timbul karena situasi seperti ini, sehingga cukup untuk direkam dalam sebuah buku Mati Ketawa ala Malam Pertama .

Perasaan ini nampaknya menjadi analogi sempurna bagi perasaan dunia bisnis Indonesia menyambut diresmikannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun 2015. Belakangan ini, kolom bisnis dari berbagai media seakan berlomba menjadikannya sebagai tema utama, menghadirkan berbagai informasi tentang MEA.

Berbagai pengamat diundang untuk memberikan analisis, seberapa siap Indonesia menghadapi era keterbukaan di mana aliran produk, tenaga kerja, dan modal dibuka seluas-luasnya. Saat itu, jika tibamasanya, wilayah ASEAN akan menjadi satu kolam ekonomi besar, di mana ikan-ikan bebas menjelajah sudut manapun dari kolam yang paling banyak menyimpan makanan dan udara bersih. Keadaan seperti ini tentu mencemaskan. Seiring dengan peluang yang terbuka lebar muncul pula tantangan yang sama besarnya.

Perdebatan tentang seberapa siap Indonesia menghadapi MEA, dalam pandangan saya merupakan perdebatan yang salah arah. Siap atau tidak siap, era MEA akan datang, sehingga kesiapan bukanlah menjadi isu utama. Sejak dicanangkannya niat untuk melaksanakan kawasan ekonomi terpadu dalam Bali Concorde II tahun 2003 dan ditegaskan pada KTT ASEAN ke-12 tahun 2007 yang menghasilkan kesepakatan untuk percepatan terwujudnya MEA di tahun 2015, kita praktis memiliki 12 tahun untuk mempersiapkan diri. Nyatanya, hingga kini, belum ada langkah-langkah sistematis yang dilihat signifikan untuk mengangkat kesiapan Indonesia.

Bukan salah Hofstede ketika merumuskan konsepnya yang terkenal sebagai National Culture Theory , menyebut Indonesia memiliki uncertainty avoidance rendah. Dimensi yang menunjukkan seberapa terancam masyarakat di suatu negara dengan situasi yang ambigu atau tidak menentu, sehingga mendorong munculnya tindakan untuk menghindari keadaan tersebut, ternyata secara kultural memang tidak mengemuka di Indonesia. Karakter ini jika mewujud dalam fleksibilitas aksi dalam menghadapi era chaos dan turbulensi tentu baik. Namun sayangnya, sering kali ia juga manifes dalam budaya kebijakan dadakan atau SKS (sistem kebut semalam) dalam perumusan platform ekonomi jangka panjang.

Melihat kenyataan ini, nampaknya dunia bisnis Indonesia harus realistis melihat bahwa kita sendiri-sendiri dalam menghadapi keadaan ini. Kesiapan pemerintah yang diwujudkan melalui peraturan yang mengungkit daya saing bisnis nasional nampaknya hanya bisa diharapkan, jika memang terwujud di pemerintahan baru, kita anggap saja sebagai bonus. Namun prinsipnya, lakukan apa yang bisa dilakukan, yakni meningkatkan daya saing perusahaan di level ASEAN.

Ada paling tidak tiga hal yang menjadi kunci bagi meningkatnya daya saing tersebut, yaitu operational excellent, customer relationship, dan innovation . Sebaik apapun bungkus, lambat laun kualitas isi akan terlihat juga. Dengan demikian, kesempurnaan operasi untuk menghasilkan isi yang super baik adalah hal yang utama.

Jika sebelumnya kesalahan-kesalahan kecil dapat ditoleransi, dalam era mendatang janganlah macam-macam, menganggap remeh kesalahan. Pesaing lintas negara akan merangsek masuk dan menawarkan kualitas produk yang lebih serius. Gunakan berbagai macam cara untuk menjamin kualitas, mulai dari penerapan quality assurance, continous improvement, dan pengelolaan supply chain yang maksimal.

Berikutnya memperkuat hubungan pelanggan. Jika nanti telah masuk era MEA, pemain dalam industri semakin banyak, sehingga pelanggan memiliki pilihan. Hal ini berakibat pada perilaku pelanggan yang semakin demanding. Dalam kondisi seperti ini, jangankan menambah pelanggan baru, mempertahankan pelanggan lama saja sangat sulit untuk dilakukan. Oleh karenanya, perusahaan mau atau tidak mau harus merancang suatu taktik untuk mengikat pelanggan (customer bonding ). Dari jauh hari, petakan pelanggan utama Anda dan pikirkan cara untuk melindungi hubungan bisnis.

Perusahaan dapat merancang memberikan bonus terhadap volume atau frekuensi pembelian atau yang kita sebut sebagai financial bonding . Ikatan yang lebih kuat dapat diraih dengan menerapkan social bonding, atau mengikat para pelanggan melalui komunitas sosial yang dibangun. Untuk menerapkan hal ini, Anda dapat mengadakan gatheringgathering, dan memelihara hubungan terus-menerus dengan pelanggan, serta membangun database yang unggul.

Penguatan terakhir yang merupakan kebutuhan mutlak adalah pengelolaan inovasi dalam perusahaan. Inovasi tidak selamanya berbentuk produk baru yang belum pernah ada sebelumnya, namun dapat berupa packaging baru, feature baru, varian baru, atau penyempurnaan dari yang sudah ada. Selain itu, inovasi dalam proses produksi dan sourcing , perlu juga menjadi perhatian. Agar inovasi dapat membudaya, diperlukan suatu pengelolaan yang dilakukan secara terencana.

Demikianlah beberapa hal yang dapat dilakukan perusahaan dalam menghadapi MEA yang tinggal sejarak kedipan mata. Kesiapan tidak mungkin terwujud tanpa persiapan. Ibarat pertandingan bola yang telah memasuki injury time , program penyiapan daya saing dan strategi organisasi ini perlu dan sudah selayaknya menjadi crash program bagi para pelaku bisnis. Semoga direalisasikannya MEA lebih banyak mendatangkan manfaat daripada mudarat bagi dunia bisnis nasional.

Pengertian Finansial

Pengertian Finansial dan Perkembangan Berbagai Istilah dari Kata Tersebut dalam Bidang Ekonomi

Mendengar kata finansial, tentunya kita akan berpikir itu adalah istilah dalam bidang ekonomi. Ya, finansial adalah sebuah kata yang sering muncul dalam bidang ekonomi. Finansial berasal dari bahasa Inggris, yakni finance. Mudahnya, finansial juga diartikan sebagai keuangan. Lalu sebenarnya, apa pengertian finansial itu? Mari kita lihat pengertian-pengertian dan pengembangan pemakaian kata finansial dalam bidang ekonomi. Semoga dengan ulasan berikut, Anda bisa mendapatkan pengetahuan baru atau menambah pemahaman Anda tentang ekonomi.
Pengertian Finansial
Pengertian finansial dapat mencakup beberapa aspek, misalnya ilmu keuangan dan aset lainnya, pengelolaan atau manajemen aset tersebut, dan bagaimana menghitung dan mengatur risiko proyeknya. Finansial berarti mempelajari kemampuan individu, bisnis, dan organisasi untuk mengelola, meningkatkan, mengalokasi, juga menggunakan sumberdaya moneter yang sejalan dengan waktu serta menghitung risiko dan menentukan prospek. Finansial juga dapat berarti administrasi yang mengelola urusan keluar masuknya uang pada sebuah institusi atau lembaga. Finansial sangat bergantung pada manajemen yang baik, terkontrol, dan dapat dipertanggungjawabkan pada semua pihak yang bersangkutan. Intinya, finansial dapat diartikan sebagai segala aspek yang berkaitan dengan uang. Finansial juga berarti segala hal yang juga meliputi perputaran dan pengelolaan uang, lebih singkatnya.

Dari kedua pengertian finansial tersebut, kemudian muncul berbagai istilah yang mengandung kata finansial dan berkembang dalam bidang ekonomi. Istilah-istilah yang muncul ini kemudian memiliki makna tertentu dalam menggambarkan berbagai hal terkait finansial. Yang pertama adalah krisis finansial, yang menggambarkan berbagai situasi dimana institusi atau aset keuangan kehilangan sebagian besar nilai yang dimilikinya. Krisis finansial dapat berwujud runtuhnya bursa efek, krisis mata uang, atau kepanikan perbankan dan resesi. Istilah yang kedua adalah kebebasan finansial berarti keadaan bebas hutang dengan penghasilan yang tetap dan cadangan yang bisa dipakai untuk kebutuhan tak terduga. Kemudian istilah yang ketiga adalah manajemen finansial. Pengertian dari istilah tersebut adalah pengelolaan terhadap fungsi-fungsi keuangan yang meliputi cara memperoleh dan menggunakan pendapatan. Selanjutnya ada struktur finansial yang dapat didefinisikan sebagai struktur  yang menunjukkan bagaimana aktiva-aktiva perusahaan atau instansi dibelanjai. Hal tersebut menyangkut berbagai sumber pembelanjaan dan perimbangan absolut maupun relatif antara keseluruhan modal asing dengan modal sendiri dalam jangka waktu panjang maupun pendek. Istilah lain lagi yang terkait dengan finansial adalah kompensasi finansial yang diartikan oleh Siswantoro sebagai suatu balas jasa berupa tambahan uang atau bonus di luar pendapatan pokok seseorang. Berikutnya, ada pula audit finansial yang artinya audit pengukur tingkat efisiensi, efektivitas, dan produktivitas suatu instansi. Audit ini bertugas menilai efektivitas satuan kerja pengurus keuangan perusahaan dengan nama nomenklatur apapun dan mencari fakta tentang efisiensi kerja internal satuan yang mengukur keuangan perusahaan.Yang terakhir adalah manfaat finansial. Manfaat finansial berarti kondisi keuntungan yang diperoleh pelaku bisnis lebih besar dibandingkan dengan risiko yang akan ditanggung dalam menjalankan bisnisnya. Manfaat finansial ini biasanya ditemukan dalam mengkaji studi kelayakan bisnis.

Nah, kini kita semua bisa mengetahui lebih jauh pengertian finansial dan perkembangan istilah yang disertai kata finansial itu sendiri. Dengan memahami berbagai istilah di atas, tentunya menambah pengetahuan kita tentang berbagai istilah yang juga menjadi bagian dari bidang ekonomi. Pengertian finansial pada dasarnya meluas dan membentuk bermacam istilah baru yang memperkaya kamus ekonomi. Berkembangnya istilah-istilah tersebut juga memudahkan kita untuk menyebut beberapa fenomena, konsep, kondisi atau hal-hal lainnya yang berkaitan dengan finansial.